Pantun
Pantun Berakit-Rakit Kita ke Hulu Berenang-renang Kita ke Tepian | Makna dan Penggunaannya
pantunmun.blogspot.com - Ada dua pantun yang pertama saya tahu. Sejak SD. Karena pantun itu ada di buku pelajaran bahasa Indonesia. Saya ingat betul, sebuah bait pantun di buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5. Bukunya hijau, ada gambar kartun beberapa anak. Kalau kalian pernah baca buku itu, mungkin kita seangkatan.
Beda dengan sekarang yang sudah sekolah dengan tematik dan banyak sekali sumber bacaan. Dulu kalau mencari pantun kalau tidak pada Intisari Bahasa Indonesia, ya di buku paket. Belum ada internet, belum ada google di genggaman yang bisa mencari ribuan bahkan tak terhingga contoh pantun.
Pantun pertama di buku sekolah itu adalah:
Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umur panjang
Boleh kita berjumpa lagi
Itu adalah pantun pertama yang saya ketahui. Tidak akan dibahas lebih panjang dalam tulisan ini. Karena rencananya akan dibahas dalam tulisan tersendiri.
Selain pantun kalau ada sumur di ladang, pantun yang juga saya kenal sejak awal adalah pantun berakit-rakit kita ke hulu. Bedanya, pantun berakit-rakit tidak saya kenal dari buku paket bahasa Indonesia maupun buku intisari Bahasa Indonesia, tapi saya dengar dari lagu.
Dua lagu sekaligus, dengan genre yang sangat berbeda bahkan berlawanan di masa jaya-jayanya.
ada versi dangdut dari Bang Haji Rhoma Irama:
Berakit rakit ke hulu
Berenang ketepiaann....
Sakit-sakit dahulu
Susah-susah dahulu
Baru kemudiaan.... berbahagia
Memang, lagu itu 'merusak' bentuk baku pantun. Yang seharusnya terdiri dari empat baris di situ justru menjadi lima, juga rima yang seharusnya a-b-a-b menjadi tidak sama bagian akhirnya. Tapi minimal itu adalah lagu yang membuat saya mengenal pantun berakit-rakit kita ke hulu.
Lagu kedua yang mengenalkan saya pada pantun itu adalah yang dibawakan oleh Grup Band beraliran rock: Jamrud.
Berakit-rakit kita ke hulu...
Berenang kita ke tepian...
Bersakit dahulu senang pun tak datang
Malah mati kemudian...
Ini lebih hancur lagi. Grup Band yang ngetop pada tahun 2000-an ini memang mengacak-acak pantun berakit-rakit. Bukan hanya bentuknya, tapi juga maknanya. Karena isi pantun ada pada baris 3 dan 4, Jamrud sudah mengubah maknanya bahwa dalam hidup harus bersakit-sakit dahulu baru bersenang-senang kemudian, Jamrud melalui lagu itu justru mengatakan setelah bersakit-sakit malah mati kemudian. Mungkin yang dimaksud oleh Jamrud adalah sakit hati.
Sementara Rhoma Irama bersama Soneta Grup hanya mengubah bentuk pantun, tapi tetap maknanya sama dengan yang aslinya.
Sementara bentuk aslinya adalah begini:
Berakit-rakit kita ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit kita dahulu
Bersenang-senang kemudian
Jika dilihat dari isi pantun yang terdapat pada baris ketiga dan keempat, maka pesan pantun tersebut adalah:
Kita harus mau bersakit-sakit dan bersusah payah untuk mencapai keinginan. Baru kemudian, keinginan atau cita-cita itu akan kita capai sehingga bisa berbahagia.
Jadi ada makna dan pesan yang sangat dalam dan baik dari pantun berakit-rakit ini. Misalnya bagi anak sekolah atau pelajar. Harus mau bersakit-sakit dulu. Belajar setiap hari. Mengerjakan tugas. Berangkat sekolah. Harus rajin. Dengan begitu, kelak di hari tua bisa bersenang-senang kemudian. Ketika sudah memilki kehidupan yang sejahtera karena memiliki ilmu yang berguna.
Analisis Bahasa Pantun Berakit-rakti kita ke hulu
Seperti halnya dengan karya sastra puisi lama lainnya, Pantun berakar dari tanah Melayu. Maka bahasa yang banyak digunakan adalah bahasa Melayu. Pantun sudah ada bahkan sebelum nama Indonesia digunakan. Jadi, bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu.
Maka, untuk bisa memahami makna seperti yang sudah dijelaskan di atas, dapat pula ditelisik dengan menganalisis penggunaan bahasa dan arti masing-masing kata.
Ada dua kata yang kuat yang mencirikan serapan dari Bahasa Melayu dalam pantun tesebut. Yaitu kata berakit-rakit dan ke hulu.
Rakit adalah perahu kecil yang dibuat dari rangkaian bambu atau batang kayu yang diikat satu sama lain.
Hulu adalah asal aliran air sungai. Jadi, sungai itu mengalir dari hulu ke hilir.
Penggunaan kata hulu atau ulu hingga kini masih dijumpai di daerah dengan bahasa ibu Bahasa Melayu. Juga ada yang sampai disematkan sebagai nama. Misalnya Ogan Komering Ulu yang biasa disingkat OKU. Hal ini menandakan bahasa Melayu telah menjadi bahasa Ibu di tempat tersebut.
Proses Pemaknaan: berakit-rakit ke hulu
Dalam pantun yang baik, meskipun tidak harus berkaitan antara sampiran dan isi, tapi setidaknya ada kesamaan nuansa. Baik dari segi nuansa nada (rima/irama) maupun dari segi nuansa makna.
Berakit-rakit ke hulu adalah sebuah tindakan yang sangat sulit, karena melawan arus sungai. Jika berakitnya ke hilir tentu akan sangat mudah. Tidak perlu mendayung melawan arus, cukup ikuti arus sungai saja.
Nah, kegiatan tersebut tentu sangat berat, sangat melelahkan dan sulit untuk dilakukan. Tapi barang siapa mampu berakit (mendayung rakit) ke arah hulu berarti dia benar-benar bersungguh-sungguh. Selain arus yang berlawanan, hulu berarti jauh.
Beda dengan dengan tepian. Kalau sudah ingin menepi tinggal berenang, karena pasti jauh lebih dekat dibandingkan harus berakit ke hulu. Maka, kalau sudah berakit sampai ke hulu pasti memakan waktu yang lama. Nah, susahnya hidup yang harus dijalani biasanya juga butuh waktu lama. Pengorbanan yang panjang. Tapi kalau sudah sampai tujuannya, maka tinggal berenang ke tepian, tinggal memetik buah dari segala usaha yang panjang.
Demikian penjelasan tentang pantun berakit-rakit kita ke hulu.
Posting Komentar
0 Komentar
Komentarnya harus pantun ya....